Seks Bebas pada Remaja Akhir
Seks merupakan kebutuhan primer setiap
individu. Seseorang dianggap “siap” untuk berhubungan seks dengan orang lain
setelah mengalami masa pubertas. Saat memasuki masa pubertas, seorang remaja
akan mulai merasa tertarik terhadap lawan jenisnya. Pengawasan yang kurang dari
orangtua dapat membuat para remaja terjerumus dalam pergaulan seks bebas.
Sekarang ini, sangat mudah untuk
mendapatkan alat-alat kontrasepsi pencegah kehamilan dimana-mana (Sarwono,
2008). Hal ini semakin mendorong para remaja untuk melakukan seks bebas yang sangat
berbahaya. Penyakit-penyakit menular seksual akan menular dari satu remaja ke
remaja lainnya dan dapat menyebabkan kematian. Selain itu, akan banyak aborsi
yang dilakukan untuk menggugurkan kandungan akibat seks bebas.
Taufik dan Anganthi (2005) melakukan
penelitian terhadap remaja-remaja SMU kelas 3 di Surakarta yang sebagian besar
telah memasuki usia 17 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa dari
611 siswa, 139 siswa telah berhubungan seks. Sedangkan dari 639 siswi, 25 siswi
telah berhubungan seks. Soejoeti (2001) melakukan penelitian terhadap
siswa-siswi SLTA di Bali. Hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 27% siswa
telah melakukan hubungan seks dan 18% siswi telah melakukan hubungan seks.
Pengertian Seks Bebas
Noor mengatakan bahwa perilaku seks bebas merupakan
perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan resmi menurut
hukum maupun agama dan kepercayaan masing-masing individu (Taufik &
Anganthi, 2005).
Pengertian Remaja Akhir
Menurut Hurlock, masa remaja akhir bermula
dari usia enam belas atau tujuh belas tahun sampai dengan delapan belas tahun (Rukhiyat,
2002). Menurut World Health Organization, batas usia remaja akhir adalah umur
15-20 tahun (Sarwono, 2008).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
rentang usia remaja akhir yaitu mulai dari usia 17-20 tahun.
Faktor Penyebab Seks Bebas
Faktor dalam diri. Taufik
dan Anganthi (2005) mengatakan bahwa faktor penyebab seks bebas, yaitu (a)
perasaan kedekatan atau cinta, (b) gairah yang tinggi kepada pasangannya, dan
(c) rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui.
Sarwono (2008) mengatakan bahwa penyebab
seks bebas, yaitu (a) perkembangan
organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis kelamin;
(b) merosotnya kepercayaan pada agama membuat seseorang menentang norma agama
yang tidak membolehkan seks pranikah; (c) cita diri yang menyangkut keadaan tubuh
(body images), dan (d) kontrol diri.
Sigmund Freud
mengatakan bahwa dorongan seksual yang diiringi oleh nafsu atau libido telah
ada sejak terbentuknya id. Namun
dorongan seksual ini mengalami kematangan pada usia remaja (Taufik &
Anganthi, 2005).
Soekanto
mengatakan bahwa terciptanya konflik dan gangguan mental serta ide-ide yang
salah dapat memungkinkan seorang remaja untuk melakukan perilaku seks bebas
(Taufik & Anganthi, 2005).
Faktor lingkungan. Sanderowitz
dan Paxman mengatakan hal-hal yang mempengaruhi perilaku seks remaja, yaitu (a)
rendahnya pendapatan, (b) rendahnya taraf pendidikan, (c) besarnya jumlah
keluarga, dan (d) rendahnya nilai agama di masyarakat yang bersangkutan
(Sarwono, 2008).
Sarwono (2008) mengatakan faktor eksternal
penyebab seks bebas, yaitu (a) orang tua yang membuat jarak dengan anak dalam
masalah seks, (b) kampanye
Keluarga Berencana (KB) yang mengedarkan alat-alat kontrasepsi dimana-mana
sehingga semakin mendorong para remaja untuk melakukan seks pranikah, (c)
pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam kalangan masyarakat,
dan (d) penundaan usia perkawinan.
Sudhana
mengatakan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya seks bebas adalah faktor
lingkungan yang sangat dominan dan film porno
(Soejoeti, 2001).
Masland dan Estridge (1988/2004)
mengatakan bahwa seks bebas terjadi akibat pengaruh dari obat-obatan dan
minuman keras yang menyebabkan hilangnya kesadaran.
Dampak Seks Bebas
Dampak biologis. Seks
bebas mengakibatkan terganggunya kesehatan, risiko kehamilan, dan kematian bayi
yang tinggi (Sarwono, 2008). Menurut Soejoeti (2001), seks bebas mengakibatkan
penularan PMS, kehamilan pranikah, dan pengguguran kandungan.
Dampak psikis. Seks
bebas dapat menyebabkan seorang remaja mengalami perasaan bersalah, depresi,
marah, misalnya pada remaja perempuan yang terpaksa menggugurkan kandungannya
(Simkins dikutip dalam Sarwono, 2008). Menurut Taufik dan Anganthi (2005), seks
bebas mengakibatkan remaja perempuan merasa kotor, haram, dan berdosa.
Dampak
sosial. Seks bebas dapat membuat seseorang putus sekolah dan akibat-akibat
ekonomis karena dibutuhkan biaya perawatan dan sebagainya (Sanderowitz &
Paxman dikutip dalam Sarwono, 2008).
Solusi
Solusi dalam mencegah
perbuatan seks bebas pada remaja, yaitu (a) meningkatkan peran orangtua dan
guru sebagai sumber informasi tentang kesehatan reproduksi bagi remaja, (b)
menjalin kerjasama dengan stasiun radio maupun televisi untuk membuat program acara berisi informasi tentang
kesehatan reproduksi remaja, dan (c) meningkatkan kegiatan ibadah (Taufik &
Anganthi, 2005).
Soejoeti (2001) mengatakan solusi untuk
mencegah seks bebas, yaitu (a) orangtua yang meningkatkan kewaspadaan terhadap
anaknya dan memberi pendidikan seks, (b) pembinaan dari para alim ulama dan
tokoh masyarakat yang lebih tinggi, (c) menambah kegiatan positif di luar
sekolah, (d) perlu dikembangkannya model pembinaan
remaja, dan (e) perlu adanya wadah untuk menampung permasalahan reproduksi
remaja yang sesuai kebutuhannya.
Simpulan
Simpulan yang
dapat ditarik yaitu seks bebas merupakan perbuatan yang merugikan dan tidak
pantas untuk dilakukan sebelum menikah. Seks bebas terjadi akibat kurangnya
pengawasan orangtua, pergaulan yang terlalu bebas, kurangnya keyakinan pada
agama, media elektronik seperti internet yang menyajikan situs porno, dan
beredarnya alat kontrasepsi dimana-mana. Seks bebas berdampak buruk pada remaja
seperti penularan PMS, kehamilan di luar nikah, aborsi, depresi, dan perasaan
bersalah yang dapat mengakibatkan seseorang untuk bunuh diri.
DAFTAR
PUSTAKA
Indrastuti,
O., & Rustam, A. (2009). Religiusitas dan sikap terhadap perilaku seks
bebas. Jurnal Psikologi Proyeksi, 4(2), 1-14. Diunduh dari http://fpsi.unissula.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=151&Itemid=129.
Masland, R.
P., & Estridge, D. (Eds.). (2004). Apa
yang ingin diketahui remaja tentang seks (M. T. Windy, Penerj.). Jakarta:
Bumi Aksara. (Karya asli diterbitkan pada 1988)
Rukhiyat, A.
(2002). Mengidealkan sistem edukasi di
sekolah menghadapi maraknya pornografi. Jakarta: Uhamka Press.
Sarwono, S. W.
(2008). Psikologi remaja. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Soejoeti, S.
Z. (2001). Perilaku seks di kalangan remaja dan permasalahannya. Media Litbang Kesehatan, 11(1), 30-35. Diunduh dari https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CB8QFjAA&url=http%3A%2F%2Fejournal.litbang.depkes.go.id%2Findex.php%2FMPK%2Farticle%2Fdownload%2F910%2F1648&ei=0-xdVP7sFYSyuAT3koCwDQ&usg=AFQjCNHJAuHNOWeW14Hgyef_ijhuEa00uw.
Taufik. &
Anganthi, N. R. N. (2005). Seksualitas remaja: Perbedaan seksualitas antara
remaja yang tidak melakukan hubungan seksual dan remaja yang melakukan hubungan
seksual. Jurnal Penelitian Humaniora,
6(2), 115-129. Diunduh dari http://www.academia.edu/3788869/jurnal_SEKSUALITAS_REMAJA_PERBEDAAN_SEKSUALITAS_ANTARA_REMAJA_YANG_TIDAK_MELAKUKAN_HUBUNGAN_SEKSUAL_DAN_REMAJA_YANG_MELAKUKAN_HUBUNGAN_SEKSUAL.
No comments:
Post a Comment