Tuesday, November 11, 2014

Seks Bebas pada Remaja Akhir
     Seks merupakan kebutuhan primer setiap individu. Seseorang dianggap “siap” untuk berhubungan seks dengan orang lain setelah mengalami masa pubertas. Saat memasuki masa pubertas, seorang remaja akan mulai merasa tertarik terhadap lawan jenisnya. Pengawasan yang kurang dari orangtua dapat membuat para remaja terjerumus dalam pergaulan seks bebas.
     Sekarang ini, sangat mudah untuk mendapatkan alat-alat kontrasepsi pencegah kehamilan dimana-mana (Sarwono, 2008). Hal ini semakin mendorong para remaja untuk melakukan seks bebas yang sangat berbahaya. Penyakit-penyakit menular seksual akan menular dari satu remaja ke remaja lainnya dan dapat menyebabkan kematian. Selain itu, akan banyak aborsi yang dilakukan untuk menggugurkan kandungan akibat seks bebas.
     Taufik dan Anganthi (2005) melakukan penelitian terhadap remaja-remaja SMU kelas 3 di Surakarta yang sebagian besar telah memasuki usia 17 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa dari 611 siswa, 139 siswa telah berhubungan seks. Sedangkan dari 639 siswi, 25 siswi telah berhubungan seks. Soejoeti (2001) melakukan penelitian terhadap siswa-siswi SLTA di Bali. Hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 27% siswa telah melakukan hubungan seks dan 18% siswi telah melakukan hubungan seks.

Pengertian Seks Bebas
     Noor mengatakan bahwa perilaku seks bebas merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan resmi menurut hukum maupun agama dan kepercayaan masing-masing individu (Taufik & Anganthi, 2005).
    
Pengertian Remaja Akhir
     Menurut Hurlock, masa remaja akhir bermula dari usia enam belas atau tujuh belas tahun sampai dengan delapan belas tahun (Rukhiyat, 2002). Menurut World Health Organization, batas usia remaja akhir adalah umur 15-20 tahun (Sarwono, 2008).
     Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rentang usia remaja akhir yaitu mulai dari usia 17-20 tahun.

Faktor Penyebab Seks Bebas
     Faktor dalam diri. Taufik dan Anganthi (2005) mengatakan bahwa faktor penyebab seks bebas, yaitu (a) perasaan kedekatan atau cinta, (b) gairah yang tinggi kepada pasangannya, dan (c) rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui.
     Sarwono (2008) mengatakan bahwa penyebab seks bebas, yaitu (a) perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis kelamin; (b) merosotnya kepercayaan pada agama membuat seseorang menentang norma agama yang tidak membolehkan seks pranikah; (c) cita diri yang menyangkut keadaan tubuh (body images), dan (d) kontrol diri.
     Sigmund Freud mengatakan bahwa dorongan seksual yang diiringi oleh nafsu atau libido telah ada sejak terbentuknya id. Namun dorongan seksual ini mengalami kematangan pada usia remaja (Taufik & Anganthi, 2005). 
     Soekanto mengatakan bahwa terciptanya konflik dan gangguan mental serta ide-ide yang salah dapat memungkinkan seorang remaja untuk melakukan perilaku seks bebas (Taufik & Anganthi, 2005). 
     Faktor lingkungan. Sanderowitz dan Paxman mengatakan hal-hal yang mempengaruhi perilaku seks remaja, yaitu (a) rendahnya pendapatan, (b) rendahnya taraf pendidikan, (c) besarnya jumlah keluarga, dan (d) rendahnya nilai agama di masyarakat yang bersangkutan (Sarwono, 2008).
     Sarwono (2008) mengatakan faktor eksternal penyebab seks bebas, yaitu (a) orang tua yang membuat jarak dengan anak dalam masalah seks, (b) kampanye Keluarga Berencana (KB) yang mengedarkan alat-alat kontrasepsi dimana-mana sehingga semakin mendorong para remaja untuk melakukan seks pranikah, (c) pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam kalangan masyarakat, dan (d) penundaan usia perkawinan.
     Sudhana mengatakan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya seks bebas adalah faktor lingkungan yang sangat dominan dan film porno (Soejoeti, 2001).
     Masland dan Estridge (1988/2004) mengatakan bahwa seks bebas terjadi akibat pengaruh dari obat-obatan dan minuman keras yang menyebabkan hilangnya kesadaran.

Dampak Seks Bebas
     Dampak biologis. Seks bebas mengakibatkan terganggunya kesehatan, risiko kehamilan, dan kematian bayi yang tinggi (Sarwono, 2008). Menurut Soejoeti (2001), seks bebas mengakibatkan penularan PMS, kehamilan pranikah, dan pengguguran kandungan.
     Dampak psikis. Seks bebas dapat menyebabkan seorang remaja mengalami perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada remaja perempuan yang terpaksa menggugurkan kandungannya (Simkins dikutip dalam Sarwono, 2008). Menurut Taufik dan Anganthi (2005), seks bebas mengakibatkan remaja perempuan merasa kotor, haram, dan berdosa.
     Dampak sosial. Seks bebas dapat membuat seseorang putus sekolah dan akibat-akibat ekonomis karena dibutuhkan biaya perawatan dan sebagainya (Sanderowitz & Paxman dikutip dalam Sarwono, 2008).
    
Solusi
     Solusi dalam mencegah perbuatan seks bebas pada remaja, yaitu (a) meningkatkan peran orangtua dan guru sebagai sumber informasi tentang kesehatan reproduksi bagi remaja, (b) menjalin kerjasama dengan stasiun radio maupun televisi untuk membuat program acara berisi informasi tentang kesehatan reproduksi remaja, dan (c) meningkatkan kegiatan ibadah (Taufik & Anganthi, 2005).
     Soejoeti (2001) mengatakan solusi untuk mencegah seks bebas, yaitu (a) orangtua yang meningkatkan kewaspadaan terhadap anaknya dan memberi pendidikan seks, (b) pembinaan dari para alim ulama dan tokoh masyarakat yang lebih tinggi, (c) menambah kegiatan positif di luar sekolah, (d) perlu dikembangkannya model pembinaan remaja, dan (e) perlu adanya wadah untuk menampung permasalahan reproduksi remaja yang sesuai kebutuhannya.

Simpulan
     Simpulan yang dapat ditarik yaitu seks bebas merupakan perbuatan yang merugikan dan tidak pantas untuk dilakukan sebelum menikah. Seks bebas terjadi akibat kurangnya pengawasan orangtua, pergaulan yang terlalu bebas, kurangnya keyakinan pada agama, media elektronik seperti internet yang menyajikan situs porno, dan beredarnya alat kontrasepsi dimana-mana. Seks bebas berdampak buruk pada remaja seperti penularan PMS, kehamilan di luar nikah, aborsi, depresi, dan perasaan bersalah yang dapat mengakibatkan seseorang untuk bunuh diri.


DAFTAR PUSTAKA
Indrastuti, O., & Rustam, A. (2009). Religiusitas dan sikap terhadap perilaku seks bebas. Jurnal Psikologi Proyeksi, 4(2), 1-14. Diunduh dari http://fpsi.unissula.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=151&Itemid=129.
Masland, R. P., & Estridge, D. (Eds.). (2004). Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks (M. T. Windy, Penerj.). Jakarta: Bumi Aksara. (Karya asli diterbitkan pada 1988)
Rukhiyat, A. (2002). Mengidealkan sistem edukasi di sekolah menghadapi maraknya pornografi. Jakarta: Uhamka Press.
Sarwono, S. W. (2008). Psikologi remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Taufik. & Anganthi, N. R. N. (2005). Seksualitas remaja: Perbedaan seksualitas antara remaja yang tidak melakukan hubungan seksual dan remaja yang melakukan hubungan seksual. Jurnal Penelitian Humaniora, 6(2), 115-129. Diunduh dari http://www.academia.edu/3788869/jurnal_SEKSUALITAS_REMAJA_PERBEDAAN_SEKSUALITAS_ANTARA_REMAJA_YANG_TIDAK_MELAKUKAN_HUBUNGAN_SEKSUAL_DAN_REMAJA_YANG_MELAKUKAN_HUBUNGAN_SEKSUAL.


No comments:

Post a Comment